Menteri LHK: Perdagangan Karbon Diatur untuk Menjaga Kedaulatan Negara

: Menteri LHK Siti Nurbaya (Biro Humas KLHK)


Oleh Wahyu Sudoyo, Selasa, 7 Mei 2024 | 05:57 WIB - Redaktur: Untung S - 184


Jakarta, InfoPublik – Pemerintah telah mengatur perdagangan karbon demi menjaga kedaulatan negara dan untuk menghindari adanya informasi menyesatkan produk ramah lingkungan atau pencucian hijau (green washing) serta 'karbon hantu'.

Demikian ditegaskan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, dalam keterangannya di Jakarta pada Senin (6/5/2024).

“Saya tegaskan bahwa informasi yang dipaparkan oleh Chairman of KADIN Netzero Hub pada forum bisnis mengenai perdagangan karbon, menggambarkan adanya penyesatan informasi yang cukup serius terhadap kondisi yang sebenarnya dalam upaya aksi iklim di Indonesia, termasuk dalam bagian insentif aksi iklim berkenaan dengan Nilai Eknomi Karbon,” kata Menteri LHK.

Menurut Menteri Siti, forum bisnis KADIN yang digelar di Singapura baru-baru ini, menyebutkan bahwa Pemerintah Republik Indonesia tidak mendukung, tidak ada regulasi, dan kebijakan yang limbo atau tidak menentu terkait perdagangan karbon.

Gambaran yang disampaikan ini dinilai sangat menyesatkan dari kondisi yang sesungguhnya sedang disiapkan Pemerintah RI berdasarkan pada Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan peraturan perundangan, serta berdasarkan regulasi menurut konvensi rangka kerja PBB tentang perubahan iklim atau UNFCCC.

Selain itu, diskursus yang dikembangkan dan materi dalam Forum Bisnis di Singapura tersebut dinilai telah menegasikan upaya-upaya pemerintah dan pengaturan yang telah disiapkan.

“Informasi itu jelas menyesatkan. Konsekuensi lanjut dari penyesatan ini ialah ancaman kepada kedaulatan negara atas langkah-langkah yang diinginkannya untuk carbon offset hutan tanpa otoritas dan dengan land management agreement yang sesungguhnya akan mengganggu yurisdiksi negara, serta potensi penyelewengan terhadap perijinan konsesi yang telah diberikan oleh negara kepada operator dalam hal ini badan usaha atau korporat,” jelasnya.

Menteri Siti menegaskan, Indonesia dalam posisi menjaga kelestarian mandat Pasal 28 H dan mandat kemakmuran rakyat Pasal 33 UUD 1945.

Apabila ditarik ke Pembukaan UUD 1945, lanjut dia, maka mandat melindungi segenap tumpah darah, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan bangsa menjadi pijakan mendasar mengapa langkah-langkah mengelola karbon dan membentuk hasilnya harus dilakukan secara konstitusional, sistematis dan tidak sembrono. 

“Tentu saja ada konvensi internasional dari COP (Conference of The Parties atau pemnuat keputusan tertinggi konferensi) ke COP UNFCCC (Konferensi Perubahan Iklim PBB) yang harus dihormati dan juga menjadi panduan, sebagaimana tersirat disitu adanya peran Negara RI untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia, sesuai mandat Pembukaan UUD 1945. Dengan dinamika dan kondisi tersebut, regulasi dan rule base perdagangan karbon dikembangkan di Indonesia,” kata dia.

Menteri LHK juga menjelaskan, faktor penting dalam hal perdagangan karbon secara internasional adalah integritas lingkungan yang harus dijaga dari nilai karbon yang diperdagangkan.

Faktor-faktor untuk nilai integritas lingkungan dimaksud, yakni dalam proses inventarisasi dan pengukuran emisi GRK meliputi kriteria : transparansi, akurasi, konsistensi, lengkap, dan komparabel (Transparent, Accurate, Consistent, Complete, and Comparable/TACCC).

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh Wahyu Sudoyo
  • Jumat, 17 Mei 2024 | 09:35 WIB
Buronan Perusak Mangrove di Belitung Timur Ditangkap
  • Oleh Wahyu Sudoyo
  • Kamis, 16 Mei 2024 | 21:22 WIB
KLHK Tunjukkan Komitmen Perlindungan Keanekaragaman Hayati di PKHI
  • Oleh Wahyu Sudoyo
  • Rabu, 15 Mei 2024 | 23:03 WIB
Wisudawan SMKKN Diharapkan Beri Kontribusi Nyata Bangun Sektor LHK
  • Oleh Wahyu Sudoyo
  • Senin, 13 Mei 2024 | 15:41 WIB
KLHK Beberkan Komitmen Penghijauan Indonesia di Forum Hutan PBB
  • Oleh MC KAB REMBANG
  • Selasa, 7 Mei 2024 | 01:42 WIB
KLHK Berencana Bangun Stasiun Pemantau Udara di Rembang